23.45
0

Ibu-ibu tentu sering berbelanja ke mall-mall maupun swalayan-swalayan yang harga produk-produk yang ditawarkan sudah dibandrol dengan harga tertentu sesuai dengan label yang tertera dan yang pasti tidak ada tawar-menawar. Kecuali kalau ada diskon. Berbeda dengan pasar tradisional yang memungkinkan terjadinya tawar menawar antara penjual dan pembeli. Biasanya di pasar tradisional, penjualnya pintar. Kenapa pintar, karena hapal harga barang yang mereka jual. Dan bisa saja harga bisa berubah sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya, tetapi menyesuaikan dengan penampilan pembeli yang datang. Kalo mentereng, sebagian penjual di pasar tradisional bisa saja pasang tarif tinggi. Tapi pembelinya pun gak mau kalah, dengan harapan memperoleh penawaran harga yang murah, mereka parkir mobil jauh-jauh dari toko tempat berbelanja, atau memakai pakaian yang lusush-lusuh atau bergaya "SKSD" sok kenal sok dekat. Dan nawarnya pun gak tanggung-tanggung, setengah harga.
Tetapi hal berbeda kita temui di mall-mall atau swalayan karena harga sudah ditempel pada label dan pada cash register machine sudah tersimpan daftar harga setiap barang yang ada. Ketika kita melihat suatu barang, kenapa Rp. 23.999,- ? atau ada sepotong celana jeans harganya Rp. 299.999,- Kenapa gak sekalian Rp. 300.000,- saja ?
Hal ini adalah penerapan hukum Benford didalam pemasaran. Secara psikologis orang akan secara tak sadar menilai Rp. 500.000 lebih murah daripada Setengah Juta. Orang cenderung melihat angka yang didepan, padahal 299.999 hanya kurang 1 rupiah bila dibandingkan 300.000 tetapi karena angka yang didepan lebih kecil yaitu 2 maka orang akan cenderung memilih barang yang berlabel harga Rp. 299.999,-
Secara Islami bagaimana hukum harga yang seperti ini ? Waah, saya tidak dalam kapasitas menjawab hukum. Karena tidak boleh menganalisa hukum secara akal dan logika. Namun yang bisa saya sampaikan adalah bahwa sekilas ini seperti penipuan terhadap konsumen. Karena 1 rupiah tidak bakalan dipermasalahkan oleh konsumen ketika kasir tidak mengembalikan 1 rupiah ketika kita membayar pembelian yang berjumlah 299.999,- tersebut dengan uang 300.000,- Tetapi coba dibayangkan, sudah berapa transaksi yang terjadi selama bertahun-tahun, 1 juta transaksi, 2 juta transaksi ? Bagi sang pengusaha 2 Juta barangkali tidak ada artinya, tetapi bagi kita kaum muslimin, apakah 1 rupiah ini halal karena statusnya tidak jelas.
Namun kemaren ketika saya berbelanja di sebuah mall, kasirnya bertanya "Kelebihannya mau diinfakkan pak ?". Apakah ini upaya untuk menghalalkan 1 rupiah tersebut, dan apakah setelah terkumpul benar-benar diinfaq kan ? Wallahu a'lam. Yang jelas, sebagai konsumen, janganlah kita terpengaruh dengan sistem pemasaran yang seperti ini, besar mana 500 ribu dengan setengah juta ? Wallahu a'lam

0 comments:

Posting Komentar

Jika sobat merasa informasi ini bermanfaat, silahkan sobat memberikan komentar. Jika sobat hendak men-COPY ARTIKEL INI, MOHON KIRANYA MENCANTUMKAN SUMBERNYA, MARI KITA SALING MENGHARGAI HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL. Jangan lupa, klik Google+ diside bar sebelah kiri